Rabu, 08 Januari 2014

Ketika KUASA Nyayian Itu Ada

Suatu sore, seorang gadis remaja berjalan dengan wajah letih, tubuh yang lunglai, ke sebuah gereja yang terlihat sangat sepi dari kejauhan. Ia berjalan lurus, mengikuti jalan setapak yang langsung menuju ke gereja itu. Gereja yang ia pandangi terus menerus dari perjalanannya ke gereja tersebut. Gereja dengan bangunan tua, sedikit tanaman, suasana sepi, namun masih terlihat rapi dan bersih.


Wajah letih yang ia bawa, seakan membawa beban – beban atau masalah yang baru ia terima atau ia dengar dari teman dan berita. Dalam pikirannya ia berpikir keras. Pemikiran pertamanya, ia berpikir bahwa bisa saja ia menganggap masalah teman – temannya sebagai hal yang biasa dan tidak perlu ia ikut campur. Pemikirannya yang kedua, ia berpikir bahwa bagaimana ia bisa menjadi seorang dokter suatu saat nanti jika ia hanya bisa kuliah di fakultas ekonomi dengan uang orang tuanya yang pas – pasan pula. Pemikirannya yang ketiga, ia berpikir bahwa begitu cepatnya hal – hal buruk yang terjadi di dunia ini, dan ia pun berpikir apa yang harus ia lakukan agar ia cepat dewasa sehingga ia bisa membantu hal – hal buruk di dunia menjadi hal – hal yang baik.


Semua pemikiran itu terlihat biasa – biasa saja, namun begitu membuat gadis remaja itu bingung, resah, dan memerlukan seorang yang dapat menenangkan hati dan pikirannya.


Ia memasuki gereja dengan langkah pelan. Sambil melihat – lihat untuk mencari seseorang yang ia pikir, mampu untuk mendengar ceritanya dan menenangkan hati dan pikirannya.


Langkahnya berhenti, tepat di depan seorang lelaki setengah baya dengan pakaian serba hitam, rambut yang benar – benar rapi, dan wajah yang selalu ramah. Gadis itu terdiam, menunggu seorang lelaki yang disebut pendeta itu untuk berbicara.


“ Apa yang mendorong kedua kaki, hati, dan pikiranmu untuk datang kemari?”

“ Bisakah saya bertanya berbagi sesuatu dan meminta anda menenangkan hati dan pikiran saya yang sedang bingung dengan berbagai masalah?”

“ Silahkan duduk…” kata pendeta itu dengan cepat dan ia pun mulai siap mendengarkan gadis itu berkeluh kesah.

“ Pendeta, apakah kau mendengar dan melihat berita tentang hal – hal buruk di dunia akhir – akhir ini? Apa yang kau lakukan untuk mengubah hal – hal buruk itu? Apakah kau juga merasa resah dengan semuanya itu?”

“ Mengapa resah? Kau pasti tahu, dunia akan selalu berputar dengan begitu cepat dan tidak semua melihat dan mendengar hal – hal buruk, bahkan manusia di dunia ini memperhatikan pun sangat jarang. Karena mereka selalu dipenuhi dengan banyak kegiatan dan kepentingan masing – masing. Dan jika kau tanya, apa yang saya lakukan? Jawaban saya hanyalah BERDOA. Dan jika ingin membantu mengubah semuanya, bantulah dengan kekuatan yang Tuhan berikan. Kamu tidak perlu merasa resah, justru yang harus kau lakukan, berdoalah, mintalah agar Tuhan mau membantu masalah di dunia ini. Dan mohon ampunlah, agar Tuhan tidak marah besar.”

“ Baik. Itulah jawaban yang saya pikirkan pula, pendeta. Ternyata, pendeta pun juga memiliki jawaban yang hampir sama.”

“ Apakah itu yang membuatmu resah?” tanya pendeta itu dengan penasaran.

“ Tidak. Masih ada lagi. Saya pernah mengatakan cita – cita saya menjadi dokter, bukan? Namun, karena biaya yang orang tua saya punya hanya bisa menyekolahkan saya di fakultas ekonomi. Jika saya menunggu sampai adanya uang untuk kuliah kembali, itu sangatlah lama dan saya takut jika keinginan saya menjadi pudar. Saya benar – benar ingin menjadi dokter, pendeta. Tapi saya tidak dapat melakukan apa – apa. Saya tidak mungkin memaksa orang tua saya untuk mencari uang yang banyak agar bisa menyekolahkan saya di sekolah khusus dokter. “

“ Nak, mintalah kepada Tuhan. Percaya. Jaga keinginanmu itu jika tidak ingin pudar. Ingatlah, kau itu tidak akan dibiarkan melangkah sendirian untuk menuju pada keinginanmu itu. Jika kau tahu bahwa Tuhan mampu, jangan REMEHKAN Ia, nak.” Nasehat pendeta itu.

“ Hanya seperti itukah, pendeta? Hanya itukah yang harus kulakukan? Kau benar, pendeta. Aku salah jika aku meremehkan kuasa Tuhan, padahal aku tahu dan yakin kuasa Tuhan sungguh besar.”

“ Benar. Berdoalah. Dimanapun. Percayalah selalu. Imanilah.” Nesehat pendeta itu dengan lebih tegas dari sebelumnya.

“ Lalu.. Pendeta, apa yang kau ketahui tentang kebencian?”

“ Benci… Kebencian… Hal buruk,nak. Iblislah yang menguasai dan membiarkan itu terjadi.”

“ Begitukah? Lalu, apa yang seharusnya saya dan teman – teman saya lakukan jika ada seorang teman kami yang begitu membenci kami hanya karena suatu masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan?”

“ Ada apa sebenarnya ?” tanya pendeta itu, yang sebenarnya ia tahu harus menjawab apa.

“ Saya dan ketiga teman saya di benci oleh salah seorang teman kami, pendeta. Hanya karena masalah yang bisa diselesaikan, namun teman kami itu memilih untuk membenci kami. Padahal pendeta, dulu kami sangatlah akrab, merayakan ulang tahun bersama, jalan – jalan bersama. Namun karena kesalahan yang bisa dimaafkan dan masalah yang bisa diselesaikan, ia memilih untuk membenci kami berempat. Dan yang lebih sedihnya lagi, di antara kami berempat, ada yang memilih untuk berprinsip memusuhi pula jika teman yang membenci kami mengajak untuk bermusuhan. Saya sedih, pendeta. PERTEMANAN itu SUNGGUH BERHARGA. Namun dengan KEEGOISAN, semua berubah menjadi PERMUSUHAN. Sungguh, saya dan seorang teman saya, sudah meminta maaf, namun kami tidak dimaafkan. Sedangkan dua yang lainnya hanya diam, dan bahkan ikut memusuhi.” Dengan air mata yang mengalir deras, gadis remaja ini berubah menjadi gadis yang rapuh dan tidak kuat dengan masalah remaja yang nampaknya sederhana namun berat.

“ Ceritamu begitu panjang dan benar – benar terlihat tidak menganggap Tuhan itu ada. Yang saya bisa berikan pada kamu hanyalah nasehat untuk BERDOA TERUS MENERUS, mohon kepada Tuhan untuk mengampuni dosa kalian dan mohonlah untuk membukakan hati dan pikiran teman – temanmu yang KERAS SEPERTI BATU dengan KEEGOISAN mereka. Dan, JANGANLAH MENYERAH UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH. Kuasa Tuhan itu ada, nak. Percayalah.”

“ Pendeta, hari ini aku benar – benar bersyukur kepada Tuhan dan beterimakasih pada pendeta. Karena ternyata, dengan DI DALAM TUHAN-lah, SEMUANYA BISA DIPATAHKAN DAN DISEMPURNAKAN DENGAN KASIH. Terima kasih pendeta.”

“ Sekarang, berdoalah. Dan nanti saat kau pulang, lakukan apa yang seharusnya kau lakukan”


Gadis remaja itu berjalan menuju kursi paling depan dalam gereja itu, dan mulai berdoa :
“ Tuhan Yesus, terima kasih karena KASIH YANG SEMPURNA TELAH KU’TRIMA DARIMU. Bukan karna kebaikanku, HANYA OLEH KASIH KARUNIAMU. Kau PULIHKAN aku, LAYAKANku tuk dapat memanggilmu Bapa. KAU BRI yang kupinta, Saat KU’MENCARI KU’MENDAPATKAN. KU’KETUK PINTUMU, dan KAU BUKAKAN. Sbab kau Bapaku, Bapa yang Kekal. TAK’KAN KAU BIARKAN, aku MELANGKAH HANYA SENDIRIAN. Kau SELALU ADA bagiku, SBAB KAU BAPAKU, Bapa yang Kekal. Saat ini Tuhan, aku memohon padaMU, pulihkanlah hal – hal buruk yang sudah terjadi. Dan ampunilah kesalahan kami Tuhan. Karena saat kami mendapat apa yang kami minta, kami justru melepaskan dengan kebencian. Kuatkan iman kami ya Tuhan. Buatlah kami untuk tidak sering meremehkanMU, Tuhan. Buatlah seuatu persahabatan yang sudah pecah menjadi utuh kembali. Kau patahkan kuasa iblis yang membuat hati manusia memilih untuk membenci dan tidak mau mengampuni. Kau patahkan keinginan untuk membalas membenci Tuhan. Jadikanlah hati kami ini, hati yang mau mengampuni. Karena tidak ada yang lebih indah, jika pertemanan itu ada dengan KAU yang hadir di tengah – tengah kami. Dampingi kami, agar kami tidak sendirian dalam masalah kami. AMIN”


Sore itu, gadis remaja yang kembali pulang kerumah, adalah gadis remaja yang KUAT IMANNYA DAN PENUH DENGAN SUKACITA.





“ HARGAI pertemanan yang ada. BERUSAHALAH saat kamu tidak mencapai sesuatu. BERSERAHLAH HANYA PADA TUHAN. Karena dunia ini selalu saja menuju ke tempat yang gelap, kamu lah yang empunya kerajaan Sorga, yang mampu menarik dunia ini menjadi KEHIDUPAN TERANG “

God bless….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar